"ASALAMUALLAIKUM WARROHMATULLAHI WABAROKATUH" BISMILLAHIROHMAN NIRROHIM , SEGALA PUJI BAGI ALLAH ZAT YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG - TERIMA KASI ATAS KUNJUNGAN ANDA DI WEBSITE KAMI - SEMOOGA BERMANFAAT- WASALAMUALAIKUM WR.WB - "DOAUNTUKCINTA"

Saturday, 23 May 2015

BREAK, SAMPAI ENGKAU HALAL UNTUKKU

Asalamuallaikum Wr.Wb.
Sahabat “Doa Untuk Cinta”( DouCin ), Kali ini kami memplubikasikan sebuah Cerpen karangan sahabat kita ,  Cerpen Karangan: Nove , yang Lolos moderasi pada: 2 April 2015.dan kami publikasikan  malam minggu ini 23 Mei 2015.
Selamat Membaca:


Cinta memang tak harus memberi, tapi adanya perasaan cinta itu menimbulkan efek-efek lain, salah satunya, perasaan ingin memberi.

Tapi, maaf aku tak mampu memberi yang mahal atau yang berharga.




Aku suka potongan rambutmu yang sebahu, dan selalu ada jepit rambut yang menghiasi rambutmu.

Aku suka itu. Pakailah jepit rambut ini. Jumlahnya selusin. Biar awet, he he. Kamu bisa mengganti jepit rambut tiap hari dengan corak yang berbeda. Ah, pasti cantik sekali.



Selamat berjumpa hari esok.


Raditya



Wina menyimpan secarik kertas yang telah selesai dibacanya itu. Dia tersenyum sendiri. Sambil melihat bermacam jepit rambut yang berjumlah selusin pemberian Raditya, pacarnya. Ada berbentuk strawbery, jeruk, semangka, beruang, panda, bentuk hati, dan lain-lain. Wina sangat bahagia. Di hari ulang tahunnya, Raditya sang pacar memberi hadiah yang baginya sangat berarti.



Esoknya, Wina berangkat sekolah lebih pagi, tidak sabar ingin memperlihatkan pada Radit, penampilannya menggunakan jepit rambut pemberiannya kemarin. Hari itu ia menggunakan jepit berbentuk hati.



Tapi Radit belum datang. Di kelas, hanya ada beberapa siswa yang sudah hadir. Wina memutuskan untuk menunggu Radit di gerbang sekolah. Dia sangat tidak sabar ingin bertemu Radit sang pacar.

Dari kejauhan, Wina sudah melihat Radit yang mengendarai motor bebeknya. Wina dan Radit saling bertukar senyum.

Setelah berpapasan.

“Waah, cantik amat pacarku ini. Memakai jepit rambut pemberianku. Makasih ya, kamu menerimanya. Aku senang sekali kamu langsung memakainya.” Wina hanya tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.


Di kelas, dua insan yang sedang dimabuk cinta itu sering bertemu pandang. Sambil menukar senyum. Mungkin karena usia pacaran mereka yang masih muda. Baru dua minggu mereka pacaran. Dan keduanya memang sedang dalam kondisi dimabuk kasmaran.


“Nanti, pulang sekolah, Wina main dulu ke rumahku yuk. Aku punya sesuatu yang ingin aku tunjukkan.” Ajak Radit disela waktu istirahat. Wina berfikir sebentar.

“Tapi jangan lama-lama ya. Nanti mamaku khawatir.” Jawabnya kemudian.

“Oke!!!” Ucap Radit sambil mengapitkan jari telunjuk dan jari jempolnya, sehingga membentuk sebuah lingkaran, lebih tepatnya, membentuk huruf O, tanda setuju dengan permintaan Wina.


Mereka pergi ke rumah Radit menggunakan motor bebek milik Radit.


Wina baru pertama kali bertandang ke rumah cowok. Karena memang Radit adalah pacar pertamanya.


Rumah Radit cukup besar juga, fikir Wina. Wina langsung diajak masuk rumah. Tapi Wina agak mengurungkan niatnya, melihat kondisi rumahnya yang terlihat sangat sepi.


“Maaf, Dit. Di rumah gak ada siapa-siapa ya?” Tanya Wina.

“Kenapa? Takut ya? Ada kok, ada pembantu sama kakakku yang pertama. Dia selalu ada di rumah. Jarang keluar.” Jawab Radit.



Ketika masuk rumah, memang di ruang tamu tidak ada siapa-siapa. Dan Wina belum menemukan siapa-siapa sampai Radit mengajak ke kamarnya.

“Wina, yuk kita ke kamarku!” Deg! Jantung Wina berdebar. Apa yang akan dilakukan Radit? Mengapa ia mengajak Wina ke kamarnya?

“Dit, kita mau ngapain sih? Aku mau pulang aja ah…” Wina berkata dengan agak berat, tapi jujur dia memang curiga dengan Radit. Apalagi pas Radit tersenyum penuh tanda.

“Kamu takut aku apa-apain, ya?” Tanyanya pada Wina. Wina hanya tersenyum lesu.

“Tenang, Win. Aku cuman mau menunjukkan kamu sesuatu, kok. Nggak lama juga. Nanti langsung kuantar kamu pulang, oke?” Wina hanya mengangguk, pasrah. Cinta adalah tentang kepercayaan. Dan saat ini, Wina memang sedang jatuh cinta sama Radit.



Radit membuka pintu kamarnya.

“Ta da!!!” Wina terkesima melihat pemandangan kamar Radit yang dipenuhi foto Wina. Mulai dari yang berukuran paling besar, sampai yang paling kecil. Ada Wina yang sedang tersenyum, yang sedang tertawa, yang sedang cemberut, macem-macem. Sangat fantatis design kamar Radit ini. Membuat jantung Wina tiada henti berirama.

Di sebuah dinding tepat di depan tempat tidur, ada sebuah tulisan besar-besar.



Wina, I love you now, and forever



Hati Wina berdesir. Radit benar-benar pria yang romantis.



“Gimana, Win? Seneng?” Tanya Radit kemudian. Wina mengangguk malu.

“Kamu nggak perlu kayak gini, Dit.” Ucap Wina, yang merasa Radit terlalu berlebihan. Meskipun tak dapat dipungkiri, betapa riang hatinya saat itu.

“Yuk!” Ajak Radit.

“Pulang?” Tanya Wina.

“Yap! Sesuai janji. Aku cuman mau nunjukin ini. Kenapa? Wina masih betah, ya?” Yang ditanya hanya tersipu, malu.

“Aku cuman takut mama khawatir, Dit. Soalnya aku biasa langsung pulang.”



“Dit!!! Kamu sudah pulang?” Tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiri Radit di kamarnya. Dan perempuan itu terlihat kaget karena melihat Radit tidak sendiri.

“Lho, ada tamu? Kamu nggak bilang-bilang ke kakak mau ada tamu. Pasti Wina, kan?” Wina tersenyum dan mengangguk.

“Ini kakak pertamaku, Win. Kak Septi.” Ucap Radit.

“Waah, lebih imut dan cantik kalau melihat langsung orangnya ya?” Kata kak Septi sambil menatap Wina. Wina kembali tersipu malu.



Wina minta pamit pulang ke kakaknya Radit. Meskipun kak Septi terlihat kurang menerima. Karena dia ingin tahu lebih jauh tentang perempuan yang telah merebut hati adiknya ini. Tapi sekali lagi, dengan alasan takut mama khawatir, akhirnya Wina dilepas pulang dan diantar Radit.



“Win, besok mau dijemput gak berangkat sekolah?” Wina langsung menggeleng.

“Nggak usah, Dit. Aku udah biasa berangkat bareng Lilian. Nggak enak sama dia.” Lilian adalah sahabat Wina, karena memang rumah mereka yang berdekatan, dan sekolah di tempat yang sama.



Esoknya dan esoknya lagi, selalu ada kejutan yang diberikan Radit untuk Wina. Perasaan cinta mereka semakin mekar bak bunga di pagi hari.



Sampai suatu ketika, Radit yang mendapat kejutan dari Wina. Karena di hari itu, Wina tidak lagi menggunakan jepit rambut pemberian Radit. Kenapa? Karena Wina menggunakan kerudung ke sekolah.



“Wooow!!! Amazing!!! Wina pacarku pakai kerudung.” Ucap Radit saat bertemu Wina. Wina hanya tersenyum, seperti biasa.

“Iya, Dit. Aku cuman mau melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslimah. Ternyata harus menutup aurat. Aku sudah tau lama sih. Tapi kemarin aku baru memantapkan hati, setelah mendengar ceramah di radio.” Wina menjelaskan.


“Okey. It’s good. Berarti kecantikanmu tidak diumbar, kan? I like it. Aku suka, Win. Kamu juga terlihat cantik kok pakai kerudung.”


Hari ultah Wina yang ke tujuh belas, tepatnya saat pacaran mereka telah setahun, Radit kembali memberi hadiah Wina. Kali ini, dia memberi hadiah selusin bros dengan corak yang berbeda-beda. Wina membuka secarik kertas yang ada di dalam bingkisan kado pemberian Radit.


Hai Win,

Aku senang kok kamu pakai kerudung. Jadi kecantikanmu hanya buat aku kelak ketika kau sudah syah jadi isteriku, iya kan?



Aku juga menikmati pacaran denganmu yang tak pernah melakukan hal-hal aneh selain pegangan tangan.



Aku ingin menjaga kau sampai kau halal untukku.



Oya, jepit rambut yang dulu aku kasih, jangan dibuang ya. Simpan saja sebagai kenang-kenangan. Atau kalau bisa, pakai aja di rumah.



I always love you

Raditya



Wina kembali terharu. Radit selalu memiliki cara untuk membuat hati Wina terikat olehnya. Padahal Wina tahu, kalau apa yang selama ini dilakukannya dengan Radit, tetap tidak boleh menurut Islam. Karena pacaran tetaplah pacaran.



Sore itu, pas di hari ultahnya yang ke tujuh belas, Wina akan membuat sebuah keputusan.



‘Assalamu’alaikum

Radit yang baik, untuk sementara, kita break dulu ya.

Wassalamu’alaikum’ Begitu isi sms Wina pada Radit.



Esoknya di sekolah, tepatnya di kelas.

“Win, maaf kenapa kita harus break? Apa kita ada masalah? Tolong minta penjelasan, Win…” Tanya Radit langsung.

Wina terdiam, menghela nafas panjang. Berat sekali rasanya bisa menjelaskan apa alasan Wina ingin break.

“Aku denger di radio, Dit. Pacaran itu gak boleh dalam Islam.” Hanya itu yang bisa Wina jelaskan.



Radit pun pasrah mendengar penjelasan singkat Wina. Kalau masalah prinsip, mereka tak ada kompromi. Tapi, apa Radit bisa menerima itu dengan mudah, sedangkan ia sudah terlanjur jauh mencintai Wina?



Radit pulang ke rumah dengan perasaan masih bimbang. Bahasa anak sekarang, mungkin dia sedang galau tingkat tinggi.



Apalagi ketika masuk kamar, yang masih dipenuhi dengan foto-foto Wina ketika masih belum berkerudung. Radit memandangi dinding-dinding itu. Dia terbenam dalam bayangan kenangan-kenangan indah yang pernah ia lalui bersama Wina, wanita yang sangat dicintainya.



Dia merebahkan diri di kasur, sambil menyetel musik yang kebetulan serasi dengan perasaannya saat itu.



Tiba-tiba, ponselnya bergetar.

‘Sudah sampai, Dit?’ Wina yang sms, membuat hati Radit bahagia untuk sesaat. Ia langsung membalasnya.

‘Ya, sudah. Kenapa, Win?’

‘Apa dinding-dinding kamarmu masih penuh dengan fotoku, Dit?’ Balas Wina lagi. Deg! Radit curiga.

‘Iya, Win. Kenapa?’

‘Tolong lepas ya Dit. Aku mohon! Aku belum halal untukmu. Bukan aku tak suka, Dit. Tapi aku takut dosa.’ Benar kecurigaan Radit. Sekali lagi, ia harus pasrah.

‘Oke, Win.’ Balasnya dengan lesu.



Radit melepas semua foto Wina yang memenuhi dinding kamarnya satu persatu dengan perasaan yang berat.



“Lho, Dit! Kenapa dilepas?” Kak Septi, seperti biasa masuk kamar Radit tanpa permisi. Radit hanya terdiam.

“Kalian putus?” Tebak kak Septi sok tahu.

“Kami cuma break.” Jawab Radit.

Kak Septi hanya melongo, heran. Karena ia melihat selama ini hubungan Radit dan Wina terlihat selalu membaik dari waktu ke waktu. Namun kak Septi tidak berani bertanya lagi, melihat adiknya yang tampan rupawan ini kini sedang cemberut dan tak bersahabat.



Malamnya, Radit mengirim Wina sms, karena Radit merasa sangat terganggu dengan perasaannya pada Wina.



‘Win, kita cuman break, kan? Bukan putus, kan?’ Radit menunggu jawaban Wina. Lama sekali. Dia cemas. Jangan-jangan Wina sudah tidak mau smsan lagi. Radit tak bisa tidur. Hingga jam dua dini hari, Radit baru bisa mejamkan matanya.



Esoknya ketika bangun, Radit langsung menyambar ponselnya yang ia letakkan di meja belajar.

Ada sms.



‘Maaf baru bales, Dit. Tadi aku tidur lebih cepat. Ya, Dit. Insyaallah kita break dulu ya. Sampai kelak aku halal untukmu, dan engkau halal untukku.’ Yes!!! Radit gembira. Dia langsung ke kamar mandi dan melaksanakan kewajibannya, shalat shubuh.



Tamat.


Waalaikum Salam Wr.Wb.

0 comments:

Flag Counter