Sahabat “Doa Untuk Cinta”( DouCin ), Kali ini kami memplubikasikan sebuah
Cerpen karangan sahabat kita , Cerpen
Karangan: Nove , yang Lolos moderasi pada: 2 April 2015.dan kami publikasikan malam minggu ini 23 Mei 2015.
Selamat Membaca:
Cinta memang tak harus memberi, tapi adanya perasaan cinta itu menimbulkan
efek-efek lain, salah satunya, perasaan ingin memberi.
Tapi, maaf aku tak mampu memberi yang mahal atau yang berharga.
Aku suka potongan rambutmu yang sebahu, dan selalu ada jepit rambut yang
menghiasi rambutmu.
Aku suka itu. Pakailah jepit rambut ini. Jumlahnya selusin. Biar awet, he
he. Kamu bisa mengganti jepit rambut tiap hari dengan corak yang berbeda. Ah,
pasti cantik sekali.
Selamat berjumpa hari esok.
Raditya
Wina menyimpan secarik kertas yang telah selesai dibacanya itu. Dia
tersenyum sendiri. Sambil melihat bermacam jepit rambut yang berjumlah selusin
pemberian Raditya, pacarnya. Ada berbentuk strawbery, jeruk, semangka, beruang,
panda, bentuk hati, dan lain-lain. Wina sangat bahagia. Di hari ulang tahunnya,
Raditya sang pacar memberi hadiah yang baginya sangat berarti.
Esoknya, Wina berangkat sekolah lebih pagi, tidak sabar ingin
memperlihatkan pada Radit, penampilannya menggunakan jepit rambut pemberiannya
kemarin. Hari itu ia menggunakan jepit berbentuk hati.
Tapi Radit belum datang. Di kelas, hanya ada beberapa siswa yang sudah
hadir. Wina memutuskan untuk menunggu Radit di gerbang sekolah. Dia sangat
tidak sabar ingin bertemu Radit sang pacar.
Dari kejauhan, Wina sudah melihat Radit yang mengendarai motor bebeknya.
Wina dan Radit saling bertukar senyum.
Setelah berpapasan.
“Waah, cantik amat pacarku ini. Memakai jepit rambut pemberianku. Makasih
ya, kamu menerimanya. Aku senang sekali kamu langsung memakainya.” Wina hanya
tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.
Di kelas, dua insan yang sedang dimabuk cinta itu sering bertemu pandang.
Sambil menukar senyum. Mungkin karena usia pacaran mereka yang masih muda. Baru
dua minggu mereka pacaran. Dan keduanya memang sedang dalam kondisi dimabuk
kasmaran.
“Nanti, pulang sekolah, Wina main dulu ke rumahku yuk. Aku punya sesuatu
yang ingin aku tunjukkan.” Ajak Radit disela waktu istirahat. Wina berfikir
sebentar.
“Tapi jangan lama-lama ya. Nanti mamaku khawatir.” Jawabnya kemudian.
“Oke!!!” Ucap Radit sambil mengapitkan jari telunjuk dan jari jempolnya,
sehingga membentuk sebuah lingkaran, lebih tepatnya, membentuk huruf O, tanda
setuju dengan permintaan Wina.
Mereka pergi ke rumah Radit menggunakan motor bebek milik Radit.
Wina baru pertama kali bertandang ke rumah cowok. Karena memang Radit
adalah pacar pertamanya.
Rumah Radit cukup besar juga, fikir Wina. Wina langsung diajak masuk rumah.
Tapi Wina agak mengurungkan niatnya, melihat kondisi rumahnya yang terlihat
sangat sepi.
“Maaf, Dit. Di rumah gak ada siapa-siapa ya?” Tanya Wina.
“Kenapa? Takut ya? Ada kok, ada pembantu sama kakakku yang pertama. Dia
selalu ada di rumah. Jarang keluar.” Jawab Radit.
Ketika masuk rumah, memang di ruang tamu tidak ada siapa-siapa. Dan Wina
belum menemukan siapa-siapa sampai Radit mengajak ke kamarnya.
“Wina, yuk kita ke kamarku!” Deg! Jantung Wina berdebar. Apa yang akan
dilakukan Radit? Mengapa ia mengajak Wina ke kamarnya?
“Dit, kita mau ngapain sih? Aku mau pulang aja ah…” Wina berkata dengan
agak berat, tapi jujur dia memang curiga dengan Radit. Apalagi pas Radit
tersenyum penuh tanda.
“Kamu takut aku apa-apain, ya?” Tanyanya pada Wina. Wina hanya tersenyum
lesu.
“Tenang, Win. Aku cuman mau menunjukkan kamu sesuatu, kok. Nggak lama juga.
Nanti langsung kuantar kamu pulang, oke?” Wina hanya mengangguk, pasrah. Cinta
adalah tentang kepercayaan. Dan saat ini, Wina memang sedang jatuh cinta sama
Radit.
Radit membuka pintu kamarnya.
“Ta da!!!” Wina terkesima melihat pemandangan kamar Radit yang dipenuhi
foto Wina. Mulai dari yang berukuran paling besar, sampai yang paling kecil.
Ada Wina yang sedang tersenyum, yang sedang tertawa, yang sedang cemberut,
macem-macem. Sangat fantatis design kamar Radit ini. Membuat jantung Wina tiada
henti berirama.
Di sebuah dinding tepat di depan tempat tidur, ada sebuah tulisan
besar-besar.
Wina, I love you now, and forever
Hati Wina berdesir. Radit benar-benar pria yang romantis.
“Gimana, Win? Seneng?” Tanya Radit kemudian. Wina mengangguk malu.
“Kamu nggak perlu kayak gini, Dit.” Ucap Wina, yang merasa Radit terlalu
berlebihan. Meskipun tak dapat dipungkiri, betapa riang hatinya saat itu.
“Yuk!” Ajak Radit.
“Pulang?” Tanya Wina.
“Yap! Sesuai janji. Aku cuman mau nunjukin ini. Kenapa? Wina masih betah,
ya?” Yang ditanya hanya tersipu, malu.
“Aku cuman takut mama khawatir, Dit. Soalnya aku biasa langsung pulang.”
“Dit!!! Kamu sudah pulang?” Tiba-tiba ada seorang perempuan yang
menghampiri Radit di kamarnya. Dan perempuan itu terlihat kaget karena melihat
Radit tidak sendiri.
“Lho, ada tamu? Kamu nggak bilang-bilang ke kakak mau ada tamu. Pasti Wina,
kan?” Wina tersenyum dan mengangguk.
“Ini kakak pertamaku, Win. Kak Septi.” Ucap Radit.
“Waah, lebih imut dan cantik kalau melihat langsung orangnya ya?” Kata kak
Septi sambil menatap Wina. Wina kembali tersipu malu.
Wina minta pamit pulang ke kakaknya Radit. Meskipun kak Septi terlihat
kurang menerima. Karena dia ingin tahu lebih jauh tentang perempuan yang telah
merebut hati adiknya ini. Tapi sekali lagi, dengan alasan takut mama khawatir,
akhirnya Wina dilepas pulang dan diantar Radit.
“Win, besok mau dijemput gak berangkat sekolah?” Wina langsung menggeleng.
“Nggak usah, Dit. Aku udah biasa berangkat bareng Lilian. Nggak enak sama
dia.” Lilian adalah sahabat Wina, karena memang rumah mereka yang berdekatan,
dan sekolah di tempat yang sama.
Esoknya dan esoknya lagi, selalu ada kejutan yang diberikan Radit untuk
Wina. Perasaan cinta mereka semakin mekar bak bunga di pagi hari.
Sampai suatu ketika, Radit yang mendapat kejutan dari Wina. Karena di hari
itu, Wina tidak lagi menggunakan jepit rambut pemberian Radit. Kenapa? Karena
Wina menggunakan kerudung ke sekolah.
“Wooow!!! Amazing!!! Wina pacarku pakai kerudung.” Ucap Radit saat bertemu
Wina. Wina hanya tersenyum, seperti biasa.
“Iya, Dit. Aku cuman mau melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslimah.
Ternyata harus menutup aurat. Aku sudah tau lama sih. Tapi kemarin aku baru
memantapkan hati, setelah mendengar ceramah di radio.” Wina menjelaskan.
“Okey. It’s good. Berarti kecantikanmu tidak diumbar, kan? I like it. Aku
suka, Win. Kamu juga terlihat cantik kok pakai kerudung.”
Hari ultah Wina yang ke tujuh belas, tepatnya saat pacaran mereka telah
setahun, Radit kembali memberi hadiah Wina. Kali ini, dia memberi hadiah
selusin bros dengan corak yang berbeda-beda. Wina membuka secarik kertas yang
ada di dalam bingkisan kado pemberian Radit.
Hai Win,
Aku senang kok kamu pakai kerudung. Jadi kecantikanmu hanya buat aku kelak
ketika kau sudah syah jadi isteriku, iya kan?
Aku juga menikmati pacaran denganmu yang tak pernah melakukan hal-hal aneh
selain pegangan tangan.
Aku ingin menjaga kau sampai kau halal untukku.
Oya, jepit rambut yang dulu aku kasih, jangan dibuang ya. Simpan saja
sebagai kenang-kenangan. Atau kalau bisa, pakai aja di rumah.
I always love you
Raditya
Wina kembali terharu. Radit selalu memiliki cara untuk membuat hati Wina
terikat olehnya. Padahal Wina tahu, kalau apa yang selama ini dilakukannya
dengan Radit, tetap tidak boleh menurut Islam. Karena pacaran tetaplah pacaran.
Sore itu, pas di hari ultahnya yang ke tujuh belas, Wina akan membuat
sebuah keputusan.
‘Assalamu’alaikum
Radit yang baik, untuk sementara, kita break dulu ya.
Wassalamu’alaikum’ Begitu isi sms Wina pada Radit.
Esoknya di sekolah, tepatnya di kelas.
“Win, maaf kenapa kita harus break? Apa kita ada masalah? Tolong minta
penjelasan, Win…” Tanya Radit langsung.
Wina terdiam, menghela nafas panjang. Berat sekali rasanya bisa menjelaskan
apa alasan Wina ingin break.
“Aku denger di radio, Dit. Pacaran itu gak boleh dalam Islam.” Hanya itu
yang bisa Wina jelaskan.
Radit pun pasrah mendengar penjelasan singkat Wina. Kalau masalah prinsip,
mereka tak ada kompromi. Tapi, apa Radit bisa menerima itu dengan mudah,
sedangkan ia sudah terlanjur jauh mencintai Wina?
Radit pulang ke rumah dengan perasaan masih bimbang. Bahasa anak sekarang,
mungkin dia sedang galau tingkat tinggi.
Apalagi ketika masuk kamar, yang masih dipenuhi dengan foto-foto Wina
ketika masih belum berkerudung. Radit memandangi dinding-dinding itu. Dia
terbenam dalam bayangan kenangan-kenangan indah yang pernah ia lalui bersama
Wina, wanita yang sangat dicintainya.
Dia merebahkan diri di kasur, sambil menyetel musik yang kebetulan serasi
dengan perasaannya saat itu.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar.
‘Sudah sampai, Dit?’ Wina yang sms, membuat hati Radit bahagia untuk
sesaat. Ia langsung membalasnya.
‘Ya, sudah. Kenapa, Win?’
‘Apa dinding-dinding kamarmu masih penuh dengan fotoku, Dit?’ Balas Wina
lagi. Deg! Radit curiga.
‘Iya, Win. Kenapa?’
‘Tolong lepas ya Dit. Aku mohon! Aku belum halal untukmu. Bukan aku tak
suka, Dit. Tapi aku takut dosa.’ Benar kecurigaan Radit. Sekali lagi, ia harus
pasrah.
‘Oke, Win.’ Balasnya dengan lesu.
Radit melepas semua foto Wina yang memenuhi dinding kamarnya satu persatu
dengan perasaan yang berat.
“Lho, Dit! Kenapa dilepas?” Kak Septi, seperti biasa masuk kamar Radit
tanpa permisi. Radit hanya terdiam.
“Kalian putus?” Tebak kak Septi sok tahu.
“Kami cuma break.” Jawab Radit.
Kak Septi hanya melongo, heran. Karena ia melihat selama ini hubungan Radit
dan Wina terlihat selalu membaik dari waktu ke waktu. Namun kak Septi tidak
berani bertanya lagi, melihat adiknya yang tampan rupawan ini kini sedang
cemberut dan tak bersahabat.
Malamnya, Radit mengirim Wina sms, karena Radit merasa sangat terganggu
dengan perasaannya pada Wina.
‘Win, kita cuman break, kan? Bukan putus, kan?’ Radit menunggu jawaban
Wina. Lama sekali. Dia cemas. Jangan-jangan Wina sudah tidak mau smsan lagi.
Radit tak bisa tidur. Hingga jam dua dini hari, Radit baru bisa mejamkan
matanya.
Esoknya ketika bangun, Radit langsung menyambar ponselnya yang ia letakkan
di meja belajar.
Ada sms.
‘Maaf baru bales, Dit. Tadi aku tidur lebih cepat. Ya, Dit. Insyaallah kita
break dulu ya. Sampai kelak aku halal untukmu, dan engkau halal untukku.’
Yes!!! Radit gembira. Dia langsung ke kamar mandi dan melaksanakan
kewajibannya, shalat shubuh.
Tamat.
Waalaikum Salam Wr.Wb.
0 comments:
Post a Comment