Bismillahirrohman Nirrohim...
Nabi Nuh a.s. adalah nabi ketiga sesudah Adam, Syith dan Idris dan
keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin
Idris.
Berlalulah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Banyak hal berubah di
muka bumi. Dan bertepatan dengan fitrah manusia itu sendiri, terjadilah
kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali berulang.
Seperti mana tika Nabi Adam dan Hawa melupakan ketetapan tuhan untuk menjauhi
pohon didalam syurga, seperti itulah manusia melupakan
ajaran ilahi yang
dilangsungkan dimuka bumi selepas turun dari syurga.
Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari
datuk-datuk kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka
mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. ~ Surah Nuh ayat 23″
Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka,
dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka.
Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu
datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu-
cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan khurafat yang membelenggu
akal manusia di mana disebutkan bahawa patung-patung itu memiliki kekuatan
khusus.
Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh a.s untuk membawa ajaran
ilahi kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak
terpengaruh oleh keadaan sekeliling, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT
memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.
Dakwah Nabi Nuh kepada kaumnya
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata:
“Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan
bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” ~ Surah
Al-Mu’minun ayat 23″
Nabi Nuh a.s menjelaskan kepada kaumnya bahawa mustahil terdapat selain
Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka,
bahawa dunia telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk
menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahawa Allah SWT telah
memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan
menganugerahi akal dan tubuh yang sihat kepada mereka. Manusia mendengarkan
dakwahnya dengan penuh minat. Dakwah Nabi Nuh cukup menggoncangkan jiwa mereka.
Nabi Nuh menarik perhatian kaumnya agar melihat alam semesta yang
diciptakan oleh Allah berupa langit dengan matahari, bulan dan bintang-bintang
yang menghiasinya, bumi dengan kekayaan yang ada di atas dan di bawahnya,
berupa tumbuh-tumbuhan dan air yang mengalir yang memberi kenikmatan hidup
kepada manusia, pengantian malam menjadi siang dan sebaliknya yang kesemua itu
menjadi bukti dan tanda nyata akan adanya keesaan Tuhan yang harus disembah dan
bukan berhala-berhala yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri.Di samping
itu Nabi Nuh juga memberitakan kepada mereka bahwa akan ada ganjaran yang akan
diterima oleh manusia atas segala amalannya di dunia iaitu syurga bagi amalan
kebajikan dan neraka bagi segala pelanggaran terhadap perintah agama yang berupa
kemungkaran dan kemaksiatan.
Nabi Nuh yang dikurniakan Allah dengan sifat-sifat yang patut dimiliki oleh
seorang nabi, fasih dan tegas dalam kata-katanya, bijaksana dan sabar dalam
tindak-tanduknya melaksanakan tugas risalahnya kepada kaumnya dengan penuh
kesabaran dan kebijaksanaan dengan cara yang lemah lembut mengetuk hati nurani
mereka dan kadang kala dengan kata-kata yang tajam dan nada yang kasar bila
menghadapi pembesar-pembesar kaumnya yang keras kepala yang enggan menerima
hujjah dan dalil-dalil yang dikemukakan kepada mereka yang tidak dapat mereka
membantahnya atau mematahkannya.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tenaganya berdakwah
kepada kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecekapan dan kesabaran dan dalam
setiap kesempatan, siang mahupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara
terang dan terbuka ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat
menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut sementara riwayat
tidak melebihi bilangan seratus orang. Mereka pun terdiri dari orang-orang yang
miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya, berkedudukan
tinggi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan
penguasa-penguasa tetap membangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh mengingkari
dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas agamanya dan kepercayaan mereka
terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha dengan mengadakan
persekongkolan hendak melumpuhkan dan menggagalkan usaha dakwah Nabi Nuh.
Berkata mereka kepada Nabi Nuh:
“Bukankah engkau hanya seorang daripada kami dan tidak berbeda daripada
kami sebagai manusia biasa. Jikalau betul Allah akan mengutuskan seorang rasul
yang membawa perintah-Nya, nescaya Ia akan mengutuskan seorang malaikat yang
patut kami dengarkan kata-katanya dan kami ikuti ajakannya dan bukan manusia
biasa seperti engkau hanya dapat diikuti orang-orang rendah kedudukan sosialnya
seperti para buruh petani orang-orang yang tidak berpenghasilan yang bagi kami
mereka seperti sampah masyarakat.Pengikut-pengikutmu itu adalah orang-orang
yang tidak mempunyai daya fikiran dan ketajaman otak, mereka mengikutimu secara
buta tuli tanpa memikirkan dan menimbangkan masak-masak benar atau tidaknya
dakwah dan ajakanmu itu. Cuba agama yang engkau bawa dan ajaran -ajaran yang
engkau sadurkan kepada kami itu betul-betul benar, nescaya kamilah dulu
mengikutimu dan bukannya orang-orang yang mengemis pengikut-pengikutmu itu.
kami sebagai pemuka-pemuka masyarakat yang pandai berfikir, memiliki kecerdasan
otak dan pandangan yang luas dan yang dipandang masyarakat sebagai
pemimpin-pemimpinnya, tidaklah mudah kami menerima ajakanmu dan dakwahmu.
Engkau tidak mempunyai kelebihan di atas kami tentang soa-soal
kemasyarakatan dan pergaulan hidup.kami jauh lebih pandai dan lebih mengetahui
daripada mu tentang hal itu semua.nya.Anggapan kami terhadapmu, tidak lain dan
tidak bukan, bahawa engkau adalah pendusta belaka.”
Nuh berkata, menjawab ejekan dan olok-olokan kaumnya:
“Adakah engkau mengira bahwa aku dapat memaksa kamu mengikuti ajaranku atau
mengira bahwa aku mempunyai kekuasaan untuk menjadikan kamu orang-orang yang
beriman jika kamu tetap menolak ajakan ku dan tetap membuta-tuli terhadap
bukti-bukti kebenaran dakwahku dan tetap mempertahankan pendirianmu yang
tersesat yang diilhamkan oleh kesombongan dan kecongkakan karena kedudukan dan
harta-benda yang kamu miliki.Aku hanya seorang manusia yang mendapat amanah dan
diberi tugas oleh Allah untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kamu. Jika kamu
tetap berkeras kepala dan tidak mahu kembali ke jalan yang benar dan menerima
agama Allah yang diutuskan-Nya kepada ku maka terserahlah kepada Allah untuk
menentukan hukuman-Nya dan ganjaran-Nya keatas diri kamu.
Aku hanya pesuruh dan rasul-Nya yang diperintahkan untuk menyampaikan amanah-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Dialah yang berkuasa memberi hidayah kepadamu dan
mengampuni dosamu atau menurunkan azab dan seksaan-Nya di atas kamu sekalian
jika Ia kehendaki.Dialah pula yang berkuasa menurunkan seksa dan azab-nya di
dunia atau menangguhkannya sampai hari kemudian. Dialah Tuhan pencipta alam
semesta ini, Maha Kuasa ,Maha Mengetahui, maha pengasih dan Maha Penyayang.”.
Kaum Nuh mengemukakan syarat dengan berkata:
“Wahai Nuh! Jika engkau menghendaki kami mengikutimu dan memberi sokongan
dan semangat kepada kamu dan kepada agama yang engkau bawa, maka jauhkanlah
para pengikutmu yang terdiri dari orang-orang petani, buruh dan hamba-hamba
sahaya itu. Usirlah mereka dari pengaulanmu karena kami tidak dapat bergaul
dengan mereka duduk berdampingan dengan mereka mengikut cara hidup mereka dan
bergabung dengan mereka dalam suatu agama dan kepercayaan.
Dan bagaimana kami dapat menerima satu agama yang menyamaratakan para
bangsawan dengan orang awam, penguasa dan pembesar dengan buruh-buruhnya dan
orang kaya yang berkedudukan dengan orang yang miskin dan papa.”
Nabi Nuh menolak pensyaratan kaumnya dan berkata:
“Risalah dan agama yang aku bawa adalah untuk semua orang tiada
pengecualian, yang pandai mahupun yang bodoh, yang kaya mahupun miskin, majikan
ataupun buruh ,diantara penguasa dan rakyat biasa semuanya mempunyai kedudukan
dan tempat yang sama terhadap agama dan hukum Allah. Andai kata aku memenuhi
pensyaratan kamu dan meluluskan keinginanmu menyingkirkan para pengikutku yang
setia itu, maka siapakah yang dapat ku harapkan akan meneruskan dakwahku kepada
orang ramai dan bagaimana aku sampai hati menjauhkan daripadaku orang-orang
yang telah beriman dan menerima dakwahku dengan penuh keyakinan dan keikhlasan
di kala kamu menolaknya serta mengingkarinya, orang-orang yang telah membantuku
dalam tugasku di kala kamu menghalangi usahaku dan merintangi dakwahku. Dan
bagaimanakah aku dapat mempertanggungjawabkan tindakan pengusiranku kepada
mereka terhadap Allah bila mereka mengadu bahawa aku telah membalas kesetiaan
dan ketaatan mereka dengan sebaliknya semata-mata untuk memenuhi permintaanmu
dan tunduk kepada pensyaratanmu yang tidak wajar dan tidak dpt diterima oleh
akal dan fikiran yang sihat. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang bodoh
dan tidak berfikiran sihat.
Pada akhirnya, karena merasa tidak berdaya lagi mengingkari kebenaran
kata-kata Nabi Nuh dan merasa kehabisan alasan dan hujjah untuk melanjutkan
dialog dengan beliau, maka berkatalah mereka: “Wahai Nabi Nuh! Kita telah
banyak bermujadalah dan berdebat dan cukup berdialog serta mendengar dakwahmu
yang sudah menjemukan itu. Kami tetap tidak akan mengikutimu dan tidak akan
sesekali melepaskan kepercayaan dan adat-istiadat kami sehingga tidak ada
gunanya lagi engkau mengulang-ulangi dakwah dan ajakanmu dan bertegang lidah
dengan kami. Datangkanlah apa yang engkau benar-benar orang yang menepati janji
dan kata-katanya. Kami ingin melihat kebenaran kata-katamu dan ancamanmu dalam
kenyataan. Karena kami masih tetap belum mempercayaimu dan tetap meragukan
dakwahmu.”
Nabi Nuh berputus asa dari kaumnya
Nabi Nuh berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh
tahun berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan
penyembahan berhala dan kembali menyembah dan beribadah kepada Allah Yang maha
Kuasa memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang
benar dan terang, mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan
oleh Allah kepadanya, mengangkat darjat manusia yang tertindas dan lemah ke
tingkat yang sesuai dengan fitrah dan qudratnya dan berusaha menghilangkan
sifat-sifat sombong dan bongkak yang melekat pada para pembesar kaumnya dan
medidik agar mereka berkasih sayang, tolong-menolong diantara sesama manusia.
Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh tidak berhasil
menyedarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya beriman,
bertauhid dan beribadat kepada Allah kecuali sekelompok kecil kaumnya yang
tidak mencapai seramai seratus orang, walaupun ia telah melakukan tugasnya
dengan segala daya-usahanya dan sekuat tenaganya dengan penuh kesabaran dan
kesulitan menghadapi penghinaan, ejekan dan cercaan makian kaumnya, karena ia
mengharapkan akan datang masanya di mana kaumnya akan sedar diri dan datang mengakui
kebenarannya dan kebenaran dakwahnya. Harapan Nabi Nuh akan kesedaran kaumnya
ternyata makin hari makin berkurangan dan bahawa sinar iman dan takwa tidak
akan menebus ke dalam hati mereka yang telah tertutup rapat oleh ajaran dan
bisikan Iblis. Hal mana Nabi Nuh berupa berfirman Allah yang bermaksud:
“Sesungguhnya tidak akan seorang daripada kaumnya mengikutimu dan beriman
kecuali mereka yang telah mengikutimu dan beriman lebih dahulu, maka janganlah
engkau bersedih hati karena apa yang mereka perbuatkan.” Dengan penegasan
firman Allah itu, lenyaplah sisa harapan Nabi Nuh dari kaumnya dan habislah
kesabarannya.
Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang
berkepala batu seraya berseru:”Ya Allah! Janganlah Engkau biarkan seorang pun
daripada orang-orang kafir itu hidup dan tinggal di atas bumi ini. Mareka akan
berusaha menyesatkan hamba-hamba-Mu, jika Engkau biarkan mereka tinggal dan
mereka tidak akan melahirkan dan menurunkan selain anak-anak yang berbuat
maksiat dan anak-anak yang kafir spt mereka.”
Doa Nabi Nuh dikalbulkan oleh Allah dan permohonannya diluluskan dan tidak
perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan
menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.
Nabi Nuh membuat kapal
Setelah menerima perintah Allah untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi
Nuh mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang
diperlukan untuk maksud tersebut, kemudian dengan mengambil tempat di luar dan
agak jauh dari kota dan keramaiannya mereka dengan rajin dan tekun bekerja
siang dan malam menyelesaikan pembinaan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun
Nabi Nuh telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan
tenang tanpa gangguan bagi menyelesaikan pembinaan kapalnya namun ia tidak
luput dari ejekan dan cemuhan kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui
tempat kerja membina kapal itu.
Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan: “Wahai Nuh! Sejak bila
engkau telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal?Bukankah engkau seorang nabi
dan rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang tukang kayu dan
pembuat kapal.
Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang jauh dari air ini adalah
maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah mengharapkan angin yang akan menarik
kapalmu ke laut?”Dan lain-lain kata ejekan yang diterima oleh Nabi Nuh dengan
sikap dingin dan tersenyum seraya menjawab:”Baiklah tunggu saja saatnya nanti,
jika kamu sekarang mengejek dan mengolok-olok kami maka akan tibalah masanya
kelak bagi kami untuk mengejek kamu dan akan kamu ketahui kelak untuk apa kapal
yang kami siapkan ini.Tunggulah saatnya azab dan hukuman Allah menimpa atas
diri kamu.”
Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal yang merupakan alat pengangkutan
laut pertama di dunia, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah:”Siap-siaplah engkau
dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka
segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua
pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan
izin-Ku
‘Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan
dahsyat yang dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota
dan desa menggenangi daratan yang rendah mahupun yang tinggi sampai mencapai
puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat
itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan
pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh atas perintah Allah.
Dengan iringan “Bismillahi majraha wa mursaha” belayarlah kapal Nabi Nuh
dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah
lembut dan kadang kala ganas dan ribut.
Di kanan kiri kapal terlihatlah
orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung berusaha
menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam
lipatan gelombang-gelombang itu. Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal
memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang
bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh
putera sulungnya yang bernama “Kan’aan” timbul tenggelam dipermainkan oleh
gelombang yang tidak menaruh belas kasihan kepada orang-orang yang sedang
menerima hukuman Allah itu. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta
dan kasih sayang seorang ayah terhadap putera kandungnya yang berada dalam
keadaan cemas menghadapi maut ditelan gelombang.
Nabi Nuh secara spontan, terdorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan
sekuat suaranya memanggil puteranya:Wahai anakku! Datanglah kemari dan
gabungkan dirimu bersama keluargamu. Bertaubatlah engkau dan berimanlah kepada
Allah agar engkau selamat dan terhindar dari bahaya maut yang engkau menjalani
hukuman Allah
Kan’aan, putera Nabi Nuh, yang tersesat dan telah terkena racun rayuan
syaitan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan
keras ajakan dan panggilan ayahnya yang menyayanginya dengan kata-kata yang
menentang:”Biarkanlah aku dan pergilah, jauhilah aku, aku tidak sudi berlindung
di atas geladak kapalmu aku akan dapat menyelamatkan diriku sendiri dengan
berlindung di atas bukit yang tidak akan dijangkau oleh air bah ini.”
Nuh menjawab:”Percayalah bahawa tempat satu-satunya yang dapat menyelamatkan
engkau ialah bergabung dengan kami di atas kapal ini. Masa tidak akan ada yang
dapat melepaskan diri dari hukuman Allah yang telah ditimpakan ini kecuali
orang-orang yang memperolehi rahmat dan keampunan-Nya.
” Setelah Nabi Nuh mengucapkan kata-katanya tenggelamlah Kan’aan disambar
gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan mata ayahnya,
tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan
pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh bersedih hati dan berdukacita atas kematian puteranya dalam
keadaan kafir tidak beriman dan belum mengenal Allah. Beliau berkeluh-kesah dan
berseru kepada Allah:”Ya Tuhanku, sesungguhnya puteraku itu adalah darah
dagingku dan adalah bahagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu adalah
janji benar dan Engkaulah Maha Hakim yang Maha Berkuasa.
”Kepadanya Allah berfirman:”Wahai Nuh! Sesungguhnya dia puteramu itu
tidaklah termasuk keluargamu, karena ia telah menyimpang dari ajaranmu,
melanggar perintahmu menolak dakwahmu dan mengikuti jejak orang-orang yang
kafir daripada kaummu.
Coretlah namanya dari daftar keluargamu.Hanya mereka yang telah menerima
dakwahmu mengikuti jalan mu dan beriman kepada-Ku dapat engkau masukkan dan
golongkan ke dalam barisan keluargamu yang telah Aku janjikan perlindungannya
dan terjamin keselamatan jiwanya.Adapun orang-orang yang mengingkari risalah
mu, mendustakan dakwahmu dan telah mengikuti hawa nafsunya dan tuntutan Iblis,
pastilah mereka akan binasa menjalani hukuman yang telah Aku tentukan walau
mereka berada dipuncak gunung. Maka janganlah engkau sesekali menanyakan
tentang sesuatu yang engkau belum ketahui. Aku ingatkan janganlah engkau sampai
tergolong ke dalam golongan orang-orang yang bodoh.”
Nabi Nuh sedar segera setelah menerima teguran dari Allah bahwa cinta kasih
sayangnya kepada anaknya telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah
terhadap orang-orang kafir termasuk puteranya sendiri. Ia sedar bahawa ia
tersesat pada saat ia memanggil puteranya untuk menyelamatkannya dari bencana
banjir yang didorong oleh perasaan naluri darah yang menghubungkannya dengan
puteranya padahal sepatutnya cinta dan taat kepada Allah harus mendahului cinta
kepada keluarga dan harta-benda. Ia sangat sesalkan kelalaian dan kealpaannya
itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya dengan
berseru:”Ya Tuhanku aku berlindung kepada-Mu dari godaan syaitan yang
terlaknat, ampunilah kelalaian dan kealpaanku sehingga aku menanyakan sesuatu
yang aku tidak mengetahuinya. Ya Tuhanku bila Engkau tidak memberi ampun dan maghfirah
serta menurunkan rahmat bagiku, nescaya aku menjadi orang yang rugi.”
Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya dan habis binasalah kaum
Nuh yang kafir dan zalim sesuai dengan kehendak dan hukum Allah, surutlah
lautan air diserap bumi kemudian bertambatlah kapal Nuh di atas bukit ” Judie ”
dengan iringan perintah Allah kepada Nabi Nuh:”Turunlah wahai Nuh ke darat
engkau dan para mukmin yang menyertaimu dengan selamat dilimpahi barakah dan
inayah dari sisi-Ku bagimu dan bagi umat yang menyertaimu.”
Zaman Antediluvian
Perkataan Antedulivian adalah satu perkataan yang diambil dari perkataan
Latin (syn.Prediluvian) yang bermaksud “Sebelum Banjir Besar” seperti yang
terdapat dalam Injil. Perkataan ini merujuk zaman manusia yang hidup sebelum
kejadian banjir besar pada ketika zaman Nabi Nuh.
Penulis seperti William Whiston (A New Theory of the Earth 1696) dan Henry
Morris (The Genesis Flood 1961) menggambarkan zaman antediluvian adalah seperti
berikut:
Umur seseorang manusia adalah
lebih panjang dari umur manusia hari ini iaitu sekitar 700-950 tahun, seperti
yang ditulis dalam Genealogies of Genesis.
Jumlah populasi manusia pada
ketika itu adalah lebih ramai berbanding pada tahun 1696 . Perkiraan Whiston
menggambarkan lebih kurang 500 juta manusia berkemungkinan telah lahir dalam
zaman antediluvian, berdasarkan jangka hayat yang panjang dan fertility rates.
Tidak wujud awan dan hujan. Muka
bumi hanya menerima air dari embun yang terhasil dari proses pemewalpan dan
sejatan siang dan malam. Lautan dan sungai pula sememangnya telah semula jadi
wujud dan menjadi sumber kahidupan harian manusia.
Gambaran dari Injil (New Testament) juga mengatakan wujudnya
makhluk-makhluk pelik dan ajaib seperti gergasi, manusia berkepak burung
(Nephilim) dan beberapa jenis makhluk yang tidak tergambar oleh fikiran manusia
hari ini. Tetapi kesemunya telah musnah ditelan gelombang dan arus dari banjir
besar. Apa yang dapat kita lihat hari ini hanyalah makhluk dan binatang yang
telah naik ke kapal Nabi Nuh.
Kisah Nabi Nuh dalam Al-Quran
Al-Quran menceritakan kisah Nabi Nuh dalam 43 ayat dari 28 surah di
antaranya surah Nuh dari ayat 1 sehinga 28, juga dalam surah “Hud” ayat 27
sehingga 48 yang mengisahkan dialog Nabi Nuh dengan kaumnya dan perintah
pembuatan kapal serta keadaan banjir yang menimpa di atas mereka.
Pengajaran dari Kisah Nabi Nuh
Bahawasanya hubungan antara manusia yang terjalin karena ikatan persamaan
kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih
berkesan daripada hubungan yang terjalin karena ikatan darah atau kelahiran.
Kan’aan yang walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh, oleh Allah s.w.t.
dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya karena ia menganut kepercayaan dan
agama berlainan dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri,
bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan menentangnya.
Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al-Quran
yang bermaksud:”Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara.” Demikian pula
hadis Rasulullah s.a.w.yang bermaksud:”Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali
jika ia menyintai saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya
sendiri.”Juga peribahasa yang berbunyi:”Adakalanya engkau memperolehi seorang
saudara yang tidak dilahirkan oleh ibumu.
Ref :http://ms.wikipedia.org/wiki/Nabi_Nuh
0 comments:
Post a Comment