Ibrahim (Bahasa Arab إبراهيم
) (sekitar 1997-1822 SM) merupakan nabi dalam agama Samawi. Ia mendapat gelar
dari Allah dengan gelar Khalil Allah (Sahabat Allah). Selain itu ia bersama
anaknya, Ismail terkenal sebagai pengasas Kaabah. Ia diangkat menjadi nabi
sekitar pada tahun 1900 SM, diutus untuk kaum Kaldān yang terletak di kota Ur,
negeri yang disebut kini sebagai Iraq. Ibrahim dianggap sebagai salah satu nabi
Ulul azmi
Etimologi
Dalam buku yang berjudul “Muhammad Sang Nabi” – Penelusuran
Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, dikatakan bahwa nama
Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ib/ab (إب)
dan rahim (راهيم). Jika
disatukan maka nama itu memiliki arti “ayah yang pemurah.”
Genealogi
Ibrahim bin Azzar bin Tahur bin Sarush bin Ra’uf bin Falish
bin Tabir bin Shaleh bin Arfakhsad bin Syam bin Nuh. Ia dilahirkan di sebuah
tempat bernama Faddam, A’ram, yang terletak di dalam kawasan kerajaan
Babilonia. Kemudian ia memiliki 2 orang putra yang dikemudian hari menjadi
seorang nabi pula, yaitu Ismail dan Ishaq. Sedangkan Yaqub adalah cucu dari
Ibrahim.
Biografi
Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh
seorang raja
yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut dan zalim, ia bernama
Namrudz bin Kan’aan. Karena Raja Namrud mendapat petanda bahwa seorang bayi
akan dilahirkan disana dan bayi ini akan tumbuh dan merampas takhtanya. Antara
sifat insan yang akan menentangnya ini ialah dia akan membawa agama yang
mempercayai satu tuhan dan akan menjadi pemusnah batu berhala. Insan ini juga
akan menjadi penyebab Raja Namrud mati dengan cara yang dahsyat. Oleh itu Raja
Namrud telah mengarahkan semua bayi yang dilahirkan di tempat ini dibunuh,
manakala golongan lelaki dan wanita pula telah dipisahkan selama setahun.
Walaupun berada dalam keadaan cemas, kehendak Allah tetap
terjadi. Isteri Aazar telah mengandung namun tidak menunjukkan tanda-tanda
kehamilan. Pada suatu hari dia terasa seperti telah tiba waktunya untuk
melahirkan anak dan sedar sekiranya diketahui Raja Namrud yang zalim pasti dia
serta anaknya akan dibunuh. Dalam ketakutan, ibu nabi Ibrahim telah bersembunyi
dan melahirkan anaknya di dalam sebuah gua yang bersebelahan. Selepas itu, dia
memasukkan batu-batu kecil dalam mulut bayinya itu dan meninggalkannya seorang
diri.
Seminggu kemudian,
dia bersama suaminya kembali ke gua tersebut dan terkejut melihat nabi Ibrahim
a.s masih hidup. Selama seminggu, bayi itu menghisap celah jarinya yang
mengandungi susu dan makanan lain yang berkhasiat. Semasa berusia 15 bulan
tubuh Nabi Ibrahim telah membesar dengan cepatnya seperti kanak-kanak berusia
dua tahun. Maka kedua ibu bapaknya berani membawanya pulang kerumah mereka.
Nabi Ibrahim di Masa remaja
Semasa remajanya Nabi Ibrahim sering disuruh ayahnya
keliling kota menjajakan patung-patung buatannya namun karena iman dan tauhid
yang telah diilhamkan oleh Tuhan kepadanya ia tidak bersemangat untuk
menjajakan barang-barang itu bahkan secara mengejek ia menawarkan patung-patung
ayahnya kepada calon pembeli dengan kata-kata:” Siapakah yang akan membeli
patung-patung yang tidak berguna ini?”
Nabi Ibrahim Mencari Tuhan yang sebenarnya
Pada masa Nabi Ibrahim, kebanyakan rakyat di Mesopotamia
beragama politeisme yaitu menyembah lebih dari satu Tuhan dan menganut
paganisme. Dewa Bulan atau Sin merupakan salah satu berhala yang paling
penting. Bintang, bulan dan matahari menjadi objek utama penyembahan dan
karenanya, astronomi merupakan bidang yang sangat penting. Sewaktu kecil nabi
Ibrahim a.s. sering melihat ayahnya membuat patung-patung tersebut, lalu dia
berusaha mencari kebenaran agama yang dianuti oleh keluarganya itu.
Dalam alkitab (kitab kejadian) menceritakan tentang
pencariannya dengan kebenaran. Pada waktu malam yang gelap, beliau melihat
sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: “Inikah Tuhanku?” Kemudian
apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: “Aku tidak suka kepada yang
terbenam hilang”. Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan
cahayanya), dia berkata: “Inikah Tuhanku?” Maka setelah bulan itu terbenam,
berkatalah dia: “Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh
Tuhanku, nescaya menjadilah aku dari kaum yang sesat”. Kemudian apabila dia
melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: “Inikah
Tuhanku? Ini lebih besar”. Setelah matahari terbenam, dia berkata pula: “Wahai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan
(Allah dengannya)”. Inilah daya logika yang dianugerahi kepada beliau dalam
menolak agama penyembahan langit yang dipercayai kaumnya serta menerima tuhan
yang sebenarnya.
Nabi Ibrahim Melihat tanda Kekuasaan Allah
Nabi Ibrahim yang sudah bertekad ingin memerangi kesyirikan
dan penyembahan berhala yang berlaku di dalam kaumnya ingin mempertebal iman
dan keyakinannya lebih dulu, untuk menenteramkan hatinya serta membersihkannya
dari keragu-raguan yang mungkin mangganggu pikirannya dengan memohon kepada
Allah agar diperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan kembali
makhluk-makhluk yang sudah mati.
Ia memohon kepada
Allah: “Ya Tuhanku! Tunjukkanlah kepadaku bagaimana engkau menghidupkan
makhluk-makhluk yang sudah mati.” Allah menjawab permohonannya dengan
berfirman: Tidakkah engkau beriman dan percaya kepada kekuasaan-Ku?.” Nabi
Ibrahim menjawab:”Betul, wahai Tuhanku, aku telah beriman dan percaya kepada-Mu
dan kepada kekuasaan-Mu, namun aku ingin sekali melihat itu dengan mata
kepala-ku sendiri, agar aku mendapat ketenteraman dan ketenangan hati dan agar
semakin tebal dan kukuh keyakinanku kepada-Mu dan kepada kekuasaan-Mu.”
Allah mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim lalu
diperintahkanlah ia menangkap empat ekor burung, lalu setelah memperhatikan dan
meneliti bagian-bagian tubuh burung itu, ia memotongnya menjadi
berkeping-keping, mencampur-baurkannya, dan kemudian tubuh burung yang sudah
hancur-luluh dan bercampur-baur itu diletakkan di empat puncak bukit yang
berbeda dan berjauhan. Setelah dikerjakan apa yang telah diperintahkan oleh
Allah itu, diperintahkan-Nya Nabi Ibrahim memanggil burung-burung yang sudah
terkoyak tubuhnya dan terpisah jauh setiap bagian tubuhnya itu.
Dengan izin Allah dan kuasa-Nya datanglah berterbangan empat
ekor burung itu dalam keadaan utuh dan bernyawa seperti sedia kala begitu
mendengar seruan dan panggilan Nabi Ibrahim kepadanya. Lalu hinggaplah empat
burung yang hidup kembali itu di depannya, dilihat dengan mata kepalanya
sendiri bagaimana Allah Yang Maha Berkuasa dapat menghidupkan kembali
makhluk-Nya yang sudah mati sebagaimana Dia menciptakannya dari sesuatu yang
tidak ada. Dan dengan demikian tercapailah keinginan Nabi Ibrahim untuk
menenteramkan hatinya dan menghilangkan kemungkinan ada keraguan di dalam iman
dan keyakinannya, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah tidak ada sesuatu pun di
langit atau di bumi yang dapat menghalangi atau menentangnya, dan hanya kata
“Kun Fayakun”, maka terjadilah apa yang Dikehendaki-Nya.
Nabi Ibrahim Berdakwah Kepada Ayah Kandungnya
Aazar (merupakan ayah angkat dari Nabi Ibrahim AS,
diriwayatkan oleh Ibn Mundzir dg sanad shahih dari Jarikh pada firman Allah swt
: “ketika Ibrahim berkata pada ayahnya azar (QS Al An’am 74) bahwa azar bukan
ayahnya, namun pamannya, bahwa Ibrahim adalah putra –125.161.222.80 19 Maret
2012 01.09 (UTC)Tairukh), ayah Nabi Ibrahim sama sebagaimana kaumnya yang lain,
bertuhan dan menyembah berhala, ia adalah pedagang dari patung-patung yang
dibuat dan dipahatnya sendiri dan dariya orang membeli patung-patung yang
dijadikan persembahan.
Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia
lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya
dulu orang yang terdekat kepadanya bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada
berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Ia merasakan bahwa
kebaktian kepada ayahnya mewajibkannya memberi penerangan kepadanya agar
melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah
Yang Maha Kuasa.
Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh
seorang anak terhadap orang tuanya dan dengan kata-kata yang halus ia datang
kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutuskan oleh Allah sebagai nabi dan
rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak
dimiliki oleh ayahnya. Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut gerangan
apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti lain-lain kaumnya
padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak
dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian atau
musibah.
pula kepada ayahnya bahwa penyembahan kepada berhala-berhala
itu adalah semata-mata ajaran setan yang memang menjadi musuh kepada manusia
sejak Adam diturunkan ke bumi. Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan
memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali
menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang
dihidupkan memberi mereka rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi
dengan segala isinya kepada manusia.
Aazar menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar
kata-kata seruan puteranya Nabi Ibrahim yyang ditanggapinya sebagai dosa dan
hal yang kurang patut bahwa puteranya telah berani mengecam dan menghina
kepercayaan ayahnya bahkan mengajakkannya untuk meninggalkan kepercayaan itu
dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa.
Ia tidak
menyembunyikan murka dan marahnya tetapi dinyatakannya dalam kata-kata yang
kasar dan dalam makian namun seakan-akan tidak ada hubungan di antara mereka.
Ia berkata kepada Nabi Ibrahim dengan nada gusar: “Hai Ibrahim! Berpalingkah
engkau dari kepercayaan dan persembahanku ? Dan kepercayaan apakah yang engkau
berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? Janganlah engkau
membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan
penyelewenganmu dari agama ayahmu tidak engkau hentikan usahamu mengecam dan
memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku
tidak sudi tinggal bersama denganmu di dalam suatu rumah di bawah suatu atap.
Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan
engkau.”
Nabi Ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan
kata-kata kasarnya dengan sikap tenang, normal selaku anak terhadap ayah seraya
berkata: “Wahai ayahku! Semoga engkau selamat, aku akan tetap memohonkan ampun
bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada
Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan
doaku untukmu.” Lalu keluarlah Nabi Ibrahim meninggalkan rumah ayahnya dalam
keadaan sedih karena gagal mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kafir.
Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala-berhala
Kegagalan Nabi Ibrahim dalam usahanya menyadarkan ayahnya
yang tersesat itu sangat menusuk hatinya kerana ia sebagai putera yang baik
ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari
lembah kesesatan dan syirik namun ia sadar bahwa hidayah itu adalah di tangan
Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat
hidayah, bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan
usahanya.
Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar
dan kejam itu tidak sedikit pun memengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan
semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk
menyapu bersih persembahan-persembahan yang bathil dan kepercayaan-kepercayaan
yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Nabi Ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan
mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka
anut dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa apabila mereka sudah tidak
berdaya menolak dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan
oleh Nabi Ibrahim tentang kebenaran ajarannya dan kebathilan kepercayaan mereka
maka dalil dan alasan yang usanglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka
hanya meneruskan apa yang bapak-bapak dan nenek moyang mereka lakukan sejak
turun-temurun dan sesekali mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama
yang telah mereka warisi.
Nabi Ibrahim pada akhirnya merasa tidak bermanfaat lagi
untuk berdebat dan bermujadalah dengan kaumnya yang keras kepala dan yang tidak
mahu menerima keterangan dan bukti-bukti nyata yang dikemukakan oleh beliau dan
selalu berpegang pada satu-satunya alasan bahawa mereka tidak akan menyimpang
daripada cara persembahan nenek moyang mereka, walaupun telah Nabi Ibrahim
menasihati mereka berkali-kali bahawa mereka dan bapak-bapak mereka keliru dan
tersesat mengikuti jejak syaitan dan iblis.
Nabi Ibrahim kemudian merancang akan membuktikan kepada
kaumnya dengan perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala
mereka sendiri bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak
berguna bagi mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.
Adalah sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan
Babilonia bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari
raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka tinggal di luar
kota di suatu padang terbuka, berkemah dengan membawa perbekalan makanan dan
minuman yang cukup. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil meninggalkan
kota-kota mereka kosong dan sunyi.
Mereka berseru dan mengajak semua penduduk agar keluar
meninggalkan rumah dan turut beramai -ramai menghormati hari-hari suci itu.
Nabi Ibrahim yang juga turut diajak untuk turut serta berlagak berpura-pura
sakit dan diizinkanlah ia tinggal di rumah apalagi mereka merasa khawatir bahwa
penyakit Nabi Ibrahim yang dibuat-buat itu akan menular dan menjalar di
kalangan mereka bila ia turut serta.
“Inilah dia kesempatan yang ku
nantikan.” kata hati Nabi Ibrahim tatkala melihat kota sudah kosong dari
penduduknya, sunyi senyap tidak terdengar kecuali suara burung-burung yang
berkicau, suara daun-daun pohon yang gemerisik ditiup angin kencang. Dengan
membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat beribadatan kaumnya
yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga, tanpa juru kunci dan hanya deretan
patung-patung yang terlihat diserambi tempat peribadatan itu. Sambil menunjuk
kepada sesaji bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung berkata
Nabi Ibrahim, mengejek:”Mengapa kamu tidak makan makanan yang lezat yang
disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu.
” Kemudian disepak, ditamparlah patung-patung itu dan
dihancurkannya berpotong-potong dengan kapak yang berada di tangannya. Patung
yang besar ditinggalkannya utuh, tidak diganggu yang pada lehernya
dikalungkanlah kapak Nabi Ibrahim itu.
Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang
dari berpesta ria di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan
mereka hancur berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas
lantai. Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada heran dan takjub:
“Gerangan siapakah yang telah berani melakukan perbuatan yang jahat dan keji
ini terhadap tuhan-tuhan persembahan mereka ini?” Berkata salah seorang di
antara mereka:”Ada kemungkinan bahwa orang yang selalu mengolok-olok dan
mengejek persembahan kami yang bernama Ibrahim itulah yang melakukan perbuatan
yang berani ini.
” Seorang yang lain menambah keterangan dengan
berkata:”Bahkan dialah yang pasti berbuat, karena ia adalah satu-satunya orang
yang tinggal di kota sewaktu kami semua berada di luar merayakan hari suci dan
keramat itu.” Selidik punya selidik, akhirnya terdapat kepastian yang tidak
diragukan lagi bahwa Ibrahimlah yang merusakkan dan memusnahkan patung-patung
itu. Rakyat kota beramai-ramai membicarakan kejadian yang dianggap suatu
kejadian atau penghinaan yang tidak dapat diampuni terhadap kepercayaan dan
persembahan mereka. Suara marah, jengkel dan kutukan terdengar dari segala
penjuru, yang menuntut agar si pelaku diminta bertanggungjawab dalam suatu
pengadilan terbuka, dimana seluruh rakyat penduduk kota dapat turut serta
menyaksikannya.
Dan memang itulah yang diharapkan oleh Nabi Ibrahim agar
pengadilannya dilakukan secara terbuka di mana semua warga masyarakat dapat
turut menyaksikannya. Karena dengan cara demikian beliau dapat secara
terselubung berdakwah menyerang kepercayaan mereka yang bathil dan sesat itu,
seraya menerangkan kebenaran agama dan kepercayaan yang ia bawa, kalau di
antara yang hadir ada yang masih boleh diharapkan terbuka hatinya bagi iman
dari tauhid yang ia ajarkan dan dakwahkan. Hari pengadilan ditentukan dan datang
rakyat dari segala pelosok berduyung-duyung mengujungi padang terbuka yang
disediakan bagi sidang pengadilan itu.
Ketika Nabi Ibrahim datang menghadap Raja Namrudz yang akan
mengadili ia disambut oleh para hadirin dengan teriakan kutukan dan cercaan, menandakan
sangat gusarnya para penyembah berhala terhadap beliau yang telah berani
menghancurkan persembahan mereka. Ditanyalah Nabi Ibrahim oleh Raja
Namrud:”Apakah engkau yang melakukan penghancuran dan merusakkan tuhan-tuhan
kami?” Dengan tenang dan sikap dingin, Nabi Ibrahim menjawab:”Patung besar yang
berkalungkan kapak di lehernya itulah yang melakukannya. Coba tanya saja kepada
patung-patung itu siapakah yang menghancurkannya.” Raja Namrudpun terdiam
sejenak. Kemudian beliau berkata:” Engkaukan tahu bahwa patung-patung itu tidak
dapat berbicara dan berkata mengapa engkau minta kami bertanya kepadanya?”
Tibalah masanya yang memang dinantikan oleh Nabi Ibrahim, maka sebagai jawaban
atas pertanyaan yang terakhir itu beliau berpidato membentangkan kebathilan
persembahan mereka, yang mereka pertahankan mati-matian, semata-mata hanya
karena adat itu adalah warisan nenek-moyang. Berkata Nabi Ibrahim kepada Raja
Namrud itu:”Jika demikian halnya, mengapa kamu sembah patung-patung itu, yang
tidak dapat berkata, tidak dapat melihat dan tidak dapat mendengar, tidak dapat
membawa manfaat atau menolak mudharat, bahkan tidak dapat menolong dirinya dari
kehancuran dan kebinasaan? Alangkah bodohnya kamu dengan kepercayaan dan
persembahan kamu itu! Tidakkah dapat kamu berfikir dengan akal yang sehat bahwa
persembahan kamu adalah perbuatan yang keliru yang hanya difahami oleh syaitan.
Mengapa kamu tidak menyembah Tuhan yang menciptakan kamu, menciptakan alam
sekeliling kamu dan menguasakan kamu di atas bumi dengan segala isi dan
kekayaan. Alangkah hina dinanya kamu dengan persembahan kamu itu.”
Setelah selesai Nabi Ibrahim menguraikan pidatonya itu, Raja
Namrud mencetuskan keputusan bahwa Nabi Ibrahim harus dibakar hidup-hidup
sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan
mereka, maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan
pengadilan itu:”Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu, jika kamu benar-benar
setia kepadanya.”
Nabi Ibrahim Dibakar Hidup-hidup
Keputusan mahkamah telah dijatuhkan. Nabi Ibrahim harus
dihukum dengan membakar hidup-hidup dalam api yang besar sebesar dosa yang
telah dilakukan. Persiapan bagi upacara pembakaran yang akan disaksikan oleh
seluruh rakyat sedang dipersiapkan. Tanah lapang bagi tempat pembakaran disediakan
dan diadakan pengumpulan kayu bakar dengan banyaknya dimana tiap penduduk
secara gotong-royong harus mengambil bagian membawa kayu bakar sebanyak yang ia
dapat sebagai tanda bakti kepada tuhan-tuhan persembahan mereka yang telah
dihancurkan oleh Nabi Ibrahim.
Berduyun-duyunlah para penduduk dari segala penjuru kota
membawa kayu bakar sebagai sumbangan dan tanda bakti kepada tuhan mereka. Di
antara terdapat para wanita yang hamil dan orang yang sakit yang membawa
sumbangan kayu bakarnya dengan harapan memperoleh berkaharakah dari tuhan-tuhan
mereka dengan menyembuhkan penyakit mereka atau melindungi yang hamil di kala
ia bersalin. Setelah terkumpul kayu bakar di lapangan yang disediakan untuk
upacara pembakaran dan tertumpuk serta tersusun laksana sebuah bukit,
berduyun-duyunlah orang datang untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman atas diri
Nabi Ibrahim. Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat
yang sedang berterbangan di atasnya berjatuhan terbakar oleh panas yang
ditimbulkan oleh api yang menggunung itu. Kemudian dalam keadaan terbelenggu,
Nabi Ibrahim diangkat ke atas sebuah bangunan yang tinggi lalu dilemparkan ia
kedalam tumpukan kayu yang menyala-nyala itu dengan iringan firman Allah:”Hai
api, menjadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”
Sejak keputusan hukuman dijatuhkan sampai saat ia
dilemparkan ke dalam bukit api yang menyala-nyala itu, Nabi Ibrahim tetap
menunjukkan sikap tenang dan tawakkal karena iman dan keyakinannya bahwa Allah
tidak akan rela melepaskan hamba pesuruhnya menjadi makanan api dan korban
keganasan orang-orang kafir musuh Allah. Dan memang demikianlah apa yang
terjadi tatkala ia berada dalam perut bukit api yang dahsyat itu ia merasa
dingin sesuai dengan seruan Allah Pelindungnya dan hanya tali temali dan rantai
yang mengikat tangan dan kakinya yang terbakar hangus, sedang tubuh dan pakaian
yang terlekat pada tubuhnya tetap utuh, tidak sedikit pun tersentuh oleh api,
hal mana merupakan suatu mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada hamba
pilihannya, Nabi Ibrahim, agar dapat melanjutkan penyampaian risalah yang
ditugaskan kepadanya kepada hamba-hamba Allah yang tersesat itu.
Orang ramai tercengang dengan keajaiban ini dan mula
mempersoalkan kepercayaan kepada Raja Namrud. Malah anak perempuan Raja Namrud
sendiri yaitu Puteri Raja mulai mempercayai agama yang dibawa oleh beliau. Lalu
Puteri itupun mengaku di hadapan khalayak ramai bahawa Tuhan nabi Ibrahim a.s.
adalah Tuhan yang sebenarnya. Ini telah menaikkan kemarahan beliau yang
mengarahkan tenteranya untuk membunuh puterinya itu. Puteri itupun menuju ke
arah api yang besar itu lalu berkata “Tuhan Nabi Ibrahim selamatkanlah aku”.
Puteri Raja pun turut terselamat dari terbakar dan dalam api
yang membara itu kerena dia mengucap kalimah syahadah. Tindakan durhaka
puterinya menjadikan hati Raja Namrud semakin membara. Dalam keadaan sehat
tanpa suatu apapun, puteri raja keluar dari api tersebut, beliau serta
tenteranya telah mengejarnya kedalam hutan. Ini memberi peluang kepada Nabi
Ibrahim serta adik tirinya Sarah, bapaknya Azaar serta anak saudaranya Nabi
Luth untuk melarikan diri. Raja Namrud dan tenteranya puas mencari Puteri Raja
tetapi puteri itu telah hilang.
Selepas sekian lama, merekapun pulang dan mendapati bahawa
Nabi Ibrahim turut terlepas. Setelah peristiwa ini, Raja Namrud kian gelisah
kerana rakyatnya mula hilang kepercayaan dengan kekuasaannya. Oleh itu, beliau
berjanji pula untuk membunuh Tuhan nabi Ibrahim.
Mukjizat yang diberikan oleh Allah s.w.t. kepada Nabi
Ibrahim sebagai bukti nyata akan kebenaran dakwahnya, telah menimbulkan
kegoncangan dalam kepercayaan sebahagian penduduk terhadap persembahan dan
patung-patung mereka dan membuka mata hati banyak daripada mereka untuk
memikirkan kembali ajakan Nabi Ibrahim dan dakwahnya, bahkan tidak kurang
daripada mereka yang ingin menyatakan imannya kepada Nabi Ibrahim, namun
khawatir akan mendapat kesukaran dalam penghidupannya akibat kemarahan dan
balas dendam para pemuka dan para pembesarnya yang mungkin akan menjadi hilang
akal bila merasakan bahwa pengaruhnya telah beralih ke pihak Nabi Ibrahim.
Istri-Istri Nabi Ibrahim
Ketika Sarah ditawan Fir’aun untuk dijadikan selir, Allah
memberikan pertolongan kepada Sarah sehingga Fir’aun merasa takut, dan gagal
menjadikan Sarah sebagai selirnya. Karena gagal menjadikan Sarah sebagai selir,
Fir’aun hendak menjadikan Sarah sebagai budak Hajar. Namun, pada akhirnya Hajar
pun dihadiahkan kepada Ibrahim setelah sebelumnya Sarah diserahkan kepadanya.
Menurut kitab Qishashul Anbiya karya Ibnu Katsir, Hajar adalah seorang putri
bangsa Qibthi (Mesir).
Masih dalam buku berjudul Qishashul Anbiya, disebutkan bahwa
istri Ibrahim yang terkenal hanya dua, sementara masih ada dua lainnya yang
kurang terkenal. Daftar lengkapnya adalah:
1. Sarah
2. Hajar
3. Qanthura
4. Hajun
Dari Qanthura binti Yaqthan lahir enam orang anak, yakni
Madyan, Zamran, Saraj, Yaqsyan, Nasyaq, dan yang keenam belum sempat diberi
nama. Dari Hajun binti Amin lahir lima orang anak, yakni Kisan, Sauraj, Amim,
Luthan, dan Nafis.
0 comments:
Post a Comment